Ko Juno
Mungkin ini terdengar cukup gila,
tapi ini kisah nyata yang ku alami dan mungkin juga hampir dialami setiap orang
yang mengenal social media.
Aku mengenalnya kira-kira 4
hingga 5 tahun yang lalu, ketika aku masih SMP, dan namanya adalah Junio
Vandhika. Ko Juno—begitu aku memanggilnya—lebih tua sekitar 2 tahun dariku, dan
tentu saja, ia cowok. Kami tak sengaja berkenalan lewat facebook, setelah sebelumnya aku mengenalnya dari temanku yang juga
berteman dengannya lewat facebook.
Orangnya asyik, lucu, ramah, dan
menyenangkan, meskipun kami belum pernah bertemu langsung. Kami sering
bercerita di facebook, tentang apapun
itu. Entah itu tentang kegiatan kami di sekolah, gosip yang sedang happening, atau bahkan hobi dan kesukaan
kami masing-masing. Satu hal yang tak pernah ku lupa dari sosok seorang Ko Juno
adalah kelihaiannnya dalam bermain piano. Ko Juno sangat suka sekali bermain
piano, bahkan ia sering bercerita tentang hobinya itu. Jujur, aku pun penikmat
musik, dan tentu saja, jika aku dihadapkan pada sosok seorang cowok yang lihai
bermain piano, aku pasti akan tergila-gila padanya. Begitu pula yang terjadi
pada diriku saat itu.
Tanpa ku sadari, aku sudah larut
dalam pesonanya. Rasanya, ia selalu hadir dalam benakku dan ikut memainkan
piano di sana. Aku tahu, rasa ini memang tak boleh ada, karena rasa ini rasa
terlarang. Ada begitu banyak perbedaan yang membuat kami tak dapat mengutarakan
rasa ini, hingga aku pun memutuskan untuk tetap berteman seperti biasa
dengannya.
Ko Juno, cowok keturunan Tionghoa
yang hobi bermain piano yang berhasil membuatku tergila-gila. Keramahannya,
kejenakaannya, kepintarannya, semuanya aku suka. Baru pertama kali itulah aku
merasa cukup dekat dengan seseorang, apalagi cowok, di dunia maya. Entah magic apa yang ia keluarkan hingga aku
begitu terpaut padanya. Hampir setiap hari aku berkomunikasi dengannya di facebook, bahkan kerap kali aku ingin
sekali bertemu dengannya, berjumpa dengannya dan mengobrolkan banyak hal. Namun
aku tahu, itu hanya angan belaka-ku saja.
Tak terasa, pertemanan kami sudah
berjalan beberapa bulan, dan aku hampir tak pernah melewatkan sedikit pun waktu
yang ku punya untuk sekedar berbincang dengannya. Aku pun sempat mengukir harap
yang tinggi, bahwa kelak persahabatan ini akan tetap dapat terjalin, hingga
kami dewasa nanti, hingga kami benar-benar dapat bertemu secara langsung nanti,
begitu pikirku.
Namun ternyata, Ko Juno sudah
memiliki keputusan lain. Suatu ketika, aku iseng membuka facebook dan langsung saja asyik berkomentar ria dengan Ko Juno. Tiba-tiba
saja ia mengetik, “Sepertinya ini terakhir kalinya aku bisa bercerita di sini. Aku
akan vakum dulu untuk sementara.”
Aku shock. Aku sempat terdiam beberapa menit sebelum mengetik, “Koko
akan vakum? Kenapa, Ko?”
Lama ia tak menyahut. Aku pun
mengetik lagi, “Apa koko mau fokus sekolah dan main piano?”
Balasannya pun muncul tak lama
kemudian. “Ada alasan lain yang tak bisa ku katakan di sini. Maaf ya... aku
benar-benar harus vakum dulu.. L”
Aku terdiam. Beraat sekali
rasanya harus kehilangan seorang teman yang sudah begitu berarti untukku, yang
selalu jadi temanku bercerita dan berceloteh di facebook selama ini. Ko Juno, orang yang sudah cukup banyak
menginspirasiku dan menjadi teman dunia maya-ku yang amat ku sayangi dan ku
hormati.
Ternyata, beginilah akhir kisah
persahabatan kami. Segalanya berakhir saat Ko Juno benar-benar vakum dan men-deactivate akun facebook-nya. Aku pun hanya bisa duduk terdiam di atas kursi,
menatap kosong layar komputer rumah. Menanti sosok Ko Juno untuk kembali lagi,
menemani dan mengisi hari-hariku lagi dengan celotehannya.
0 komentar:
Posting Komentar