BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Kamis, 18 Oktober 2012

Journal 76 : When IKHLAS become BAROKAH (Bahasa)

Assalammu'alaikum Wr., Wb.
Hello, world! Selamat pagi semuanya! \^o^/
Jumpa lagi dengan gue... Ada yang kangen nggak, nih? ;) *dikeplak pengunjung*
Jadi, setelah sekian lama gue hiatus (sejak Juli hingga Oktober!) akhirnya gue muncul lagi di sini untuk berbagi dengan pengunjung semuanya~ ^^

Well, harusnya ini post udah di posting dari sebulan (atau bahkan dua bulan) yang lalu. Jadi, ini post kayak berasa udah basi aja, ya :/
But, noprob, guys! Just read this, and see if this is a good story for you all! ^w^

Sebelumnya, gue mau curcol dulu nih, sekilas kisah hidup gue. So, gue mau tanya nih, di antara para bloggerous di sini ada yang minat nerusin sekolah ke FK nggak? Khususnya, jurusan PDU (Pendidikan Dokter Umum)? Biar jadi dokter, gitu~
Nggak ada? Beneran, nih? Ciyus? Miapah? (mulai kumat) Serius nih, nggak ada yang mau jadi dokter? Bohong itu dosa loooh.. (kok jadi ngomongin dosa, sih?)
Padahal, waktu kecil dulu, pas ditanya, "Putri mau jadi apa?" pasti deh jawabnya, "Mau jadi doktell bu guluu.." Nah loh! Itu beneran ciyus atau cuma asal ceplos doang, nih?

Well, tiap orang pasti punya impiannya sendiri, dan jujur, impian gue waktu kecil adalah kepengen jadi dokter. Gue juga nggak ngerti, kenapa ya waktu itu pengen jadi dokter? Keceplos doang, ikut-ikutan orang, atau gimana juga gue lupa. *hadeehh*

Seiring berjalannya waktu, pas gue kelas 1 SMP, akhirnya gue nyadar kalau gue itu doyannya nulis. Nulis cuy, nulis! Bukannya ngobatin orang, ciyus deh! (kumat lagi) Lantas, gue pun berandai-andai buat jadi novelis. Novelis, buku-bukunya laris di pasaran, kayaknya asyik juga, ya~ Eeehh.. pas gue bilang gitu ke Ibu dan Bapak gue, CIAAT! Spontan mereka menolak! Nah, loh!
Kata beliau, jadi novelis itu nggak pasti! Kerjaannya nggak menentu, gajinya juga tergantung omset penjualan, jadi jangan mau dah jadi novelis! Ciuut... Nyali pun mulai menciut. Lha, terus gue jadi apa, dong? Dokteell...???

Eh, pas gue kelas 3 SMP, tiba-tiba aja gue nyadar kalau gue itu sukaaaa pake banget sama Biologi dah! Nggak tahu juga kenapa, intinya gue suka! Gue suka aja menghapal organ-organ, bagian tubuh, nama-nama hewan, penyakit, kadang suka kagum juga kalau ada penemuan menarik di bidang biologi ataupun kedokteran. Pelajaran favorit gue tuh, waktu itu! And, you know what? Pokok bahasan favorit gue waktu itu adalah... jeng jeng jeengg!! GENETIKA! Yup, genetika! Pelajaran yang menurut sebagian orang amat njelimet dan ngebetein karena ruwet, musti pake persilangan, hibrid, dihibrid, parental, fenotip-genotip, dan lain macamnya. Tapi, buat gue itu asyik! Dan menantang, tentunya! Asyik loh, nyilang-nyilangin sifat individu itu, hohoho...

Terereret.. Masuk ke SMA, kelas 1, gue pun mulai nyoba-nyoba ikut Olimpiade Biologi. Dari yang tadinya 'coba-coba', akhirnya gue pun masuk juga ke taraf 'mencandu'. Gue jadi makin cinta dah ama tuh biologi! Saking cintanya, kelas 2 gue pun nyoba lagi buat ikut itu olim.

2 tahun mencoba, dan tak pernah satu kali pun gue masuk jajaran 10 besar. Hiks, mau menangis pun tak mampu, alhasil gue cuma tersenyum sembari berkata, "mungkin ini belum rezekiku.."
dari situ gue pun nyadar, jangan-jangan gue ini emang nggak pantes buat jadi doktell.. jadinya, gue pun mulai melirik ke jurusan lain..

Yah, ada banyak pilihan sebenarnya, gue sempet lirik ke Teknik Elektro, sama kayak mas gue, tapi gue mikir, "ah, itu 'kan jurusan cowok, terus, ada fisikanya, juga! gue 'kan nggak suka fisika~"
jadi, keputusannya : Teknik Elektro.
Pilihan kedua, ada Teknik Arsitektur. Heeii.. memang gue bisa gambar, apa? "BISA!" kata Ibu. Yah, mom.. tapi gambar yang ku maksud itu gambar bangunan, looh.. emangnya aku pernah nyoba gambar bangunan? Gambar rumah waktu SD aja suka 'mengat-mengot'! Terus, setelah gue pikir-pikir, teknik.. berarti ada fisikanya juga dong, ya? Ogah ah! Jadi : Teknik Arsitektur 
Huaahh.. udah 2 pilihan gue black list , nih! Jadinya, gimana dong?

Telpon ke telpon, bicara dari hati ke hati, akhirnya ortu menyarankan buat ambil Teknik Elektro UI dan FK Unpad di Jalur SNMPTN Undangan. Shock? Banget. Helloo.. itu jurusan 'kan favorit sepanjang masa! Sedangkan gue? Masuk 10 besar 50% Undangan aja nggak! Mimpi banget kali ya??
Tapi yah, namanya mencoba, siapa tahu beruntung, ya udah deh, gue pasrah aja. Cuuss! Gue coblos dah dua jurusan itu.

Dag dig dug, duueeerr!! Pas pengumuman SNMPTN Undangan, nama gue nggak lolos! Cihuuyy~ selamat tinggal, fisika-nya teknik! Gue pun loncat-loncat dalem hati, walaupun di luar gue kayak sedih-sedih gitu! (munafik, ya? .__.)

Nah, kalau di SNMPTN Undangan gue nggak nyesek, maka lain hal lagi di SNMPTN Tulis. Lagi-lagi, hal yang sama harus terjadi. Apa? GUE GAGAL! Wohooo... Mau tahu rasanya? Seneng, sedih, galau, kecewa, kesel, suntuk, mumet, hopeless, semua jadi satu broo!!

Jadi, ceritanya malem itu, gue dapet kabar burung dari twitter (la iyalah, twitter 'kan emang maskotnya burung!) kalau malem itu adalah pengumuman SNMPTN Tulis. Deg! Gue pun ragu, antara mau ngecek ataukah nggak. Nyeseknya pas di undangan kemaren masih ada sedikit sisa, dan gue takut trauma lagi.. Begonya, gue keceplosan ngomong, lagi! Dan, lagi ada ortu gue di situ, di Jakarta, di rumah mbah gue. Alhasil, gue pun dipaksa buat periksa tuh hasilnya.
Tap, tap, tap! Gue naik ke lantai dua, masuk ke kamar gue, dan tutup pintunya. Hening, sepi, sendiri, aku pun membuka laptopku perlahan. Menghidupkannya perlahan, perlahaaaannn sekalii... saking nggak maunya buat lihat itu hasil. Sialnya lagi, itu laptop gue nggak mau diajak koordinasi, susaaah banget buat dihidupin. Kayaknya dia udah minta ganti, deh. Hmm..
Menghabiskan waktu menunggu, gue pun iseng buka twitter dari hp. Jiah, banyak banget temen gue yang lulus! Gue pun tambah dag dig dug seerr.. Tapi, nggak tahu kenapa, nih ya, gue tuh ada feeling nggak bagus banget malam itu! Udah laptopnya godek, modemnya juga lelet, nah loh, kayak banyak banget 'kan cobaannya? Dan biasanya, feeling gue itu suka bener! Haduuuh... jadi hopeless lagi, deh!

Naaahh.. laptop hidup, modem pun sudah terkoneksi! Yok, buka, yok~ gue ketik nama gue, gue masukin nomor ujian gue, dan KLIK! Gue tunggu hasilnya.. Jeng, jeng, jeenggg!! daaan.. yang terpampang di layar laptop adalah, "Maaf, nama Anda Tiara Putri Ramadhani belum lulus di pilihan manapun" (seinget gue gitu deh, tapi tahu juga. intinya gitu, deh!)
Jiaaahh.... langsung merosot dah bahu gue. Langsung lemes. Nggak minat ngapa-ngapain lagi. Akhirnya, gue keluar kamar, terus nemuin ortu gue, dan bilang, "Bu, Pak, aku nggak lulus..." dan langsung caw balik lagi ke kamar.
Di kamar, gue ngapain? If you know me so well, pastinya, gue nangiss doongg! Nangis bombaaay! (halah, lebay!) Secara, gue 'kan cewek, dua kali gagal, pula! Gimana nggak sedih, coba? Gue pun bingung, habis ini mau tes apa lagi, Ya Allah? Gue lihat di twitter, kok banyak temen gue yang lulus, dan kenapa gue bukan salah satunya? Bahkan ada yang kalau menurut gue, dia termasuk biasa-biasa aja, tapi lolos! Apa gue selama ini terlalu kufur ya? Terlalu sombong, ya? Terlalu lupa, ya, sama Yang Di Atas? sama Allah SWT? Apa gue terlalu ngerasa PD, terlalu ngerasa seneng liat nilai TO di NF yang lolos 2 kali? Terlalu bangga sampai cerita-cerita ke temen yang nilai TO-nya dibawah standar jurusannya? Apa gue terlalu sombong, Ya Allah?

Mungkin, malam itu bisa jadi pelajaran yang sangat berarti buat gue, bahwa sebagai manusia, kita nggak boleh terlalu PD, terlalu ngerasa hebat dibanding yang lain, Karena, siapa yang tahu rezeki siapa di balik sesuatu itu? Mungkin Allah telah menyiapkan 'kado' lain buat gue? Atau mungkin, gue memang dialihkan ke jurusan atau bahkan universitas lain.
Malam itu, gue pun curcol sama mas gue tercinta, Firstian Kautsar Adiguno. Gue pun curcol kalau gue nggak lolos SNMPTN Tulis, setelah sebelumnya nggak lolos di undangan. Gue pun bilang, "Mas, kayaknya aku emang ditakdirkan buat masuk ke Telkom deh. Udahan, ah. Pasrah aja deh.."
But, you know what he said that night? Dia bilang, "Put, mungkin rezeki kamu belum di jalan ini, mungkin Allah sudah kasih kamu ke jalan yang lain, yang belum kamu coba. Put, kalau kamu mau sukses, nggak cuma berhenti sampai di sini, coba lagi jalan yang lain. Apa kamu pikir, waktu mas nyari kerja dulu itu gampang? Sama kayak kamu, pontang-panting sana sini, nggak lolos sana sini, tapi mas tetep coba dan coba, dan alhamdulillah ada hasilnya. Buktinya mas sekarang udah bisa kerja, 'kan? Kamu itu udah dewasa, berpikirlah secara matang, berpikirlah ke depan, untuk masa depanmu, jangan cuma sampai di sini aja. Kalau kamu memang pengen jadi dokter, buktikan! Cari dan coba segala cara! Kalau itu memang rezekimu, insya Allah, Allah akan ngasih ke kamu lewat cara apapun itu!"

Well, gue terdiam cukup lama, masih sedikit sesenggukan. Gue kecewa, guys, kecewa.. Kenapa gue bisa gagal dua kali? Apa selama ini gue main-main terus, nggak serius menjalani bimbel, hura-hura dan foya-foya terus, apa itu salah gue selama ini? Maka kalau iya, aku akan ubah semua itu dan jadi serius!

Untuk pertama kalinya, gue belajar banyak hal di malam itu. Tentang kegagalan, tentang penyesalan, tentang introspeksi diri, tentang belajar bagaimana menerima semua cobaan dalam hidup ini secara ikhlas. Gue coba untuk ikhlas dalam menjalani itu semua, karena mungkin, itu adalah bagian dan percikan dalam sedikit kisah hidup gue.

Gagal dua kali, usaha tak berhenti sampai di sini. Gue disaranin sama ortu buat ikut USM Unsri. Hm... tadinya gue mikir dua kali. Why?
1. Tesnya itu kalau gue nggak lupa (udah lama, bro!) tanggal 17 Juli. Mepet banget dengan jadwal gue sepulang gue dari Jakarta habis tes SIMAK UI (FYI, gue tanggal 8 Juli juga ikut tes SIMAK UI)
2. Tanggal 16 Juli-nya itu bro, gue harus DAFTAR ULANG di IT Telkom. well, buat jaga-jaga aja kalau misalnya nanti gue nggak lolos di mana pun. Daripada malu dan bingung karena nggak keterima di mana-mana, ya nggak?
3. Gue bingung, kapan waktu gue belajar? Apa gue life skill aja, ya? Nebak-nebak aja, gitu. .__.
Yah, meski banyak pertimbangan, akhirnya gue dan ortu tetap memutuskan, gue ikut tes USM Unsri!

Perjalanan pun dimulai, mulai dari gue ke Palembang, naik pesawat ke Jakarta, terus naik travel ke Bandung, daftar ulang Telkom, balik lagi ke Palembang, dan tes USM. And FYI, gue lakuin itu semua cuma BERDUA dengan bapak gue! berdua, cuy, berdua! yah, meskipun pas di Bandung ada oom sama mbah gue sih yang ikut nemenin, huhu. Dan tahu nggak, bapak gue nemenin gue lakuin semua hal itu dalam kondisi beliau yang sedang sakit. Sakit apa? Kalian nggak perlu tahu, karena kalau kalian tahu, pasti jadinya shock atau jadi miris, deh. *sigh*
Dan, dari situ gue makin mencintai dan menyayangi bapak gue. Beliau, meski nggak sedekat ibu kalau komunikasi ke anak-anaknya, udah berhasil bikin gue nempatin beliau di hati gue yang paling dalam. Dari gue kecil, bapak gue itu udah top father dah! Bayangin, beliaulah yang selalu siap sedia nyiapin gue sarapan tiap pagi, karena ibu gue jam segitu masih istirahat, akibat kecapekan kemarin harinya buat masak, dll. Satu yang gue ingat, pas gue SMP, tiap pagi gue selalu bangun, dan pas liat bapak gue, gue selalu bilang, "Be, (gue panggil bapak dengan sebutan "Babe") sarapan sama apa?" dan kadang, saking hapalnya bapak gue sama kebiasaan gue satu itu, bahkan sebelum gue nanya, beliau udah bilang gitu. Hihi, lucu aja sih kalau diingat-ingat :')
satu hal lagi, beliaulah yang selalu nganterin aku tiap pagi kalau cuaca buruk alias hujan. Pake mobil, dalam kondisi beliau belum mandi, beliau rela nganterin aku tiap pagi ke sekolah. Terus, pas hari Minggu, kami suka jogging berdua di lapangan, pulangnya beli bubur ayam, atau ke pasar bareng. Oh iya, asal kalian tahu ya, bapak gue itu SUPER DAD, loh! Why? Karena beliaulah yang setiap hari selalu ke pasar dan hapal setiap bumbu-bumbu dapur dan bahan-bahan buat masak! Di dunia ini, jaman sekarang, jarang banget loh, nemuin bapak kayak gitu! Salute, dah, pokoknya!
Intinya, beliau tuh udah banyak andil dalam hidup gue, yang kadang nggak bisa tergantikan oleh sosok ibu, yang meskipun ibu juga tetap yang utama di hati. Sosok seorang bapak itu tak tergantikan, begitu pula ibu, karena mereka masing-masing punya peran yang berbeda :)

Lanjut ke USM tadi. Nah, itu 'kan pengumumannya.. errr.. tanggal berapa, ya? Gue lupa, pastinya, pas mau dekat-dekat ke bulan puasa, deh! Nah, 'kan ceritanya gue udah pasrah nih, sama tuh hasilnya. Apalagi, pas gue ngerjain itu soal, kondisi gue nggak banget, deh! Bayangin aja, gue ngerjain itu soal dalam kondisi puyeng melanda kepala dan 'sraat srrooott' di hidung gue. Yup! Gue lagi flu, sobat! Bisa rasain nggak, sih, ngerjain soal mumet gitu dalam keadaan yang juga mumet otak dan badan? Aigoo~ -__-
Dan gue pun nggak inget lagi, yang gue isi waktu itu apaan, yah? hahaha bisa aja gue salah ngebuletin xD (contoh orang sarap)

Nah, karena gue udah ikhlas dan pasrah, jadi gue juga udah males liat tuh hasil. Udahlah, terima aja tuh Telkom, gitu batin gue. Bahkan, gue pun nggak tahu kalau pengumannya dimajuin! hiahaha demi apa sih, gue ini, telat jarkom bangeett??? ckckck
jadi, ceritanya pagi-pagi nih, habis sahur kalau nggak salah, lagi nunggu adzan subuh, tiba-tiba aja mas gue, yang lagi nun jauh di Cilegon sana, nelpon ibu gue. Ibu gue pun spontan masuk ke kamar mandi, gue pun heran. kenape lagi nelpon kok pake masuk ke kamar mandi? eh, nggak tahunya beliau sakit perut, halaah.. -__-
nah, ceritanya gue juga ikut-ikutan masuk kamar mandi nih, tapi bukan yang di kamar ibu, yang deket kamarku, buat gosok gigi plus kumur-kumur. Di dalem kamar mandi, gue ngedenger bisik-bisik tetangga (?) yang aneh. Gue pun keluar, dan pas keluar wajah ibu kayak campur aduk gitu, antara seneng sama bingung. Pas gue liat wajah bapak gue, beliau dengan wajah penuh sumringahnya, mengelus kepalaku dan bilang, "ternyata anak bapak ini pinter juga..."
gue pun bingung. hei, ada apa ini? gue pun tanya ke ibu, dan beliau bilang, "Barusan mas cek hasil tes USM kamu, dan.. lulusss!!"
Bisa ditebak, reaksi gue pertama kali pastinya adalah bengong sebengong-bengongnya. Diem, nggak bisa mikir. "Hah? Lulus? Di kedokteran?"
"Iya, lah! 'kan kamu pilihnya cuma satu itu aja!"
Subhanallah... Allahu Akbar.. Alhamdulillah Ya Allah... rasanya tuh ya, kayak kemarau setahun, disiram hujan sehari! Penantian aku selama sebulan ini, dengan kejadian gagal sudah dua kali, dibayarkan dengan kabar gembira itu. Ku lihat wajah bapak dan ibu ku, mereka kelihatan bahagia bangeett...
Tapi, gue inget, 'kan gue udah daftar ulang di Telkom, jadi gimana, dong?
Pas gue tanya, bapak malah bilang, "Put, sekarang, pilih mana yang terbaik buat kamu, yang paling kamu inginkan. Kalau masalah uang, insya Allah bapak sanggup, Put. selama kamunya mau serius belajar, mau jadi dokter. Kalau masalah uang yang di Telkom kemarin, biarlah itu jadi rezeki mereka. Mungkin, memang sudah jalan dari Allah kalau uang itu masuk ke sana, karena bapak tahu, nggak semua rezeki yang kita punya itu milik kita, pasti ada rezeki orang lain juga. dan mungkin, sebagian uang itu adalah rezeki mereka, Put..."
Subhanallah.. Aku terharuuu bangeett denger kalimat bapak tadi. Aku nggak mau kecewain beliau, ibu juga seneng, adek gue apalagi. katanya, "yeii.. mbak jadi dokteell. cieee.."
Sepupu-sepupu gue, mbah gue, bulik-paklik, pakde-bukde, semuanya mendukung, terus, masa' gue mau kecewain mereka semua, sih?
Akhinrya gue termenung sendiri di kamar, sehabis tadarus pagi, gue pun berpikir. kalau gue relain Telkom melayang, oke, uang pergi, tapi memangnya 'kepergian'nya sebesar kalau aku melepas FK? temen-temen pun bilang, "Sayang loh put, diterima aja!" "Iya, Tep! Ambil aja, sayang loh, banyak yang pengen jurusan itu!" "Iya, idaman banyak orang, tuh!"
Gue terdiam. Katanya, sesuatu yang kita dapet itu rezeki, lalu, kalau rezekinya ada dua gini, gimana, ya?
"Put, kamu diterima di Telkom itu suatu rezeki, tapi, kamu diterima di FK ini juga rezeki kamu, lho..." terngiang lagi kata-kata bapak pagi itu. Duuh.. yang mana yang harus ku pilih, Ya Rabb??

Wallahualam, setelah cukup lama aku termenung, curhat sana sini, tanya sana sini, akhirnya, pagi menjelang siang, sekitar pukul 11 a.m., aku pun memutuskan untuk mengambil rezekiku yang kedua.. ya, di FK Unsri, jurusan PDU.

Dan well, di sinilah sekarang aku, terjebak di tengah-tengah komunitas Auris, komunitas para calon dokter dengan seribu impian, yang impiannya nggak cuma jadi dokter, ada yang juga ingin jadi pebisnis, pemimpin, enterpreneur, direktur RS, bahkan gue, pengen jadi dokter yang menyambi sebagai novelis. Hmm.. cita-cita pas SMP masih kebawa juga ya, ternyata? hohoho ^w^

Hmm... intinya, dari cerita gue yang panjang dan ngalor-ngidul ini, gue mau kasih tahu, bahwa sesulit apapun hidup kita, kalau kita ikhlas menjalaninya, ikhlas menerima segala cobaan, dan ikhlas menempuh semua rintangan, maka yakinlah, akan ada suatu hikmah yang barokah di akhir nanti. kayak kata kak Mores a.k.a. kak M. Rizki (@momoress) di salah satu post tweetnya , "Innama alhayaatu jihadun wa kifah : sesungguhnya hidup adalah tentang perjuangan dan pengorbanan." :)

Semangat untuk kita semua, semoga selalu dilimpahkan rahmat dan rizki-Nya dalam setiap gulir kehidupan kita di dunia, aamiiinn...! o:)
Hidup Mahasiswa!!! \(^o^)/ Salaaaamm~

Wassalammu'alaikum Wr., Wb.
Palembang, Kosan 1076, Demang. 11.10 a.m.

Journal 75 : Perfect


Perfect
Oleh : Tiara Putri Ramadhani

Pertemuan kita baru sehari, tapi kau sudah menemaniku selama 3 bulan. Sikapmu yang kadang menggalaukan hati, tapi juga kerap membingungkan.
Hari ini ultahku, tapi sepertinya kamu lupa. Ku colek bahumu, “Hei, ingat ini hari apa?”
Dan kau menyahut, “Ya, ini hari Jumat.”, sambil tetap matamu tertuju pada TV. Aku beralih, pada setumpukan buku-buku, menghilangkan amarah yang kerap timbul.
Lalu bel berdering. Kau pun bangkit lebih dulu dan langsung melesat. Aku curiga, dan ku ikuti kau dari belakang. Sebuket mawar merah menyapa wajahku, diiringi senyum di wajahmu yang berkata, “Selamat ulang tahun, Sayang.”
Saat itulah, aku tahu kau yang sempurna untukku.

Rabu, 17 Oktober 2012

Journal 74 : 1 Hari, 2 Hati


1 hari, 2 hati
oleh : Tiara Putri Ramadhani

Pantai. Aku suka pantai, karena itu mengingatkanku akan dirimu, Ibu. Hari itu, di sini.
“Bu, kalau nanti aku nikah, Ibu harus datang, ya!”
Ibu hanya tersenyum. “Iya, sayang.”
“Pokoknya Ibu harus duduk mendampingiku di pelaminan, bersama Ayah!”
Ibu membelai pelan rambutku. “Iya, sayang.”
“Ibu janji, ya!” aku menatap wajah Ibu, lalu seketika terdiam.
“Ibu... janjinya masih lama lho.. kenapa Ibu sudah pergi?”
Ibu hanya diam, tanpa komentar. Aku pun tergugu, juga dalam diam.
Satu hari di mana aku menyadari, hatiku dan hatimu ‘kan selalu terpaut, Ibu. Meski kita terpisah jauh. Selamanya ‘kan selalu dekat, karena hati kita itu, satu, Bu.